Seminar Nasional Hukum “Dinamika Reformasi Hukum Acara Pidana Indonesia”
-
Tim Multimedia Fakultas Hukum
- 03 Jun, 2025
- Berita
- 95
Selasa, (28/05) lalu, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta menyelenggarakan seminar nasional hukum dengan mengusung tema, “Dinamika Reformasi Hukum Acara Pidana Indonesia”. Seminar nasional hukum ini diselenggarakan di auditorium lantai empat, Kampus 3 UAJY, Gedung Bonaventura, Jalan Babarsari No 43, Yogyakarta, pada pukul 09.00 s.d 11.40 WIB.
Acara yang dipandu oleh Dr. Al. Wisnubroto, S.H., M.Hum (Ketua Program Studi S3 FH UAJY) ini mendatangkan berbagai narasumber, antara lain: Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto , S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Pidana UGM), Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H. (Kejaksaan Agung Indonesia), Boni Satrio Simarmata, S.H., M.Hum. (Advokat LBH Tentrem), dan Dr. Wirdhanto, S.H., S.I.K., M.Si. (Kombes Polres Kota Yogyakarta). Turut hadir juga Bapak Rektor UAJY, Dr. G. Sri Nurhartanto, S.H., LL.M serta Ibu Dekan FH UAJY, Prof. Dr. Th. Anita Christiani, SH., M.Hum. Acara ini diselenggarakan secara umum sehingga peserta yang berasal dari berbagai kalangan turut bergabung menghidupi jalannya seminar nasional hukum.
Acara dibuka dengan sambutan hangat dari Prof. Anita. Dalam pembukaannya, Prof. Anita menyambut acara seminar nasional hukum ini dengan antusias dengan menekankan tujuan acara ini untuk mendukung atmosfer akademik yang pada satu bulan ini sudah terselenggara sebanyak tiga kali penyelenggaraan atmosfir akademik ini. Pembukaan selanjutnya dilanjutkan oleh Pak Nur, selaku Rektor UAJY. Dalam penyampaiannya, Pak Nur menyebut bahwa acara yang melibatkan unsur akademisi, unsur kejaksaan, unsur kepolisian, dan unsur advokat dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan hukum acara pidana pada umumnya di Indonesia.
Pemaparan materi yang pertama dimulai oleh Prof. Dr. Marcus, S.H, M.Hum. Guru Besar Hukum Pidana UGM tersebut menyampaikan dan menjelaskan berbagai isu krusial dalam pembahasan RKUHP. Menurutnya, terdapat sepuluh poin yang menjadi isu krusial dalam pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disingkat sebagai RKUHP, antara lain adalah persoalan dominus litis versus diferensiasi fungsional; penyelesaian berlarutnya pra-penuntutan; kedudukan hakim pemeriksa pendahuluan; izin pengadilan untuk penyitaan yang berada di beberapa wilayah hukum pengadilan; contempt of court yang terjadi di ruang sidang; persoalan penyidik utama; kewenangan penghentian perkara; deferred prosecution agreement; pengawasan eksekusi; dan laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti APH (Aparat Penegak Hukum). Sepuluh poin tersebut dikupas oleh Prof. Marcus dengan penyampaian dan bahasa yang mudah dimengerti oleh peserta yang terdiri dari berbagai kalangan.
Pemaparan materi berikutnya dilanjutkan oleh Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H. Jaksa Agung RI tersebut mengawali materinya dengan menyebut bahwa RUU KUHAP semestinya merupakan aktualisasi penormaan berlakunya hukum pidana substantif yang ada di dalam KUHAP. Selain itu, Pak Yudi juga menyinggung bahwa salah catatan kritis mengenai reformasi hukum acara pidana adalah mengenai penyederhanaan mekanisme penyelidikan-penyidikan. Menurutnya, kelembagaan penyidik polri seperti Penyidik, Penyidik Pembantu, Penyelidik, semestinya cukup “Penyidik” saja. “Mekanisme penyelidikan dan penyidikan terlalu dikotomik, seolah-olah merupakan proses yang berdiri sendiri, semestinya justru disederhanakan bahkan disatukan”, tuturnya.
Materi ketiga disampaikan oleh Kombes Pol. Dr. Wirdhanto, S.H., S.I.K., M.Si. Dirreskrimsus Polda DIY. Beliau menyampaikan perihal transformasi penyidikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa di era globalisasi saat ini menyebabkan berkembangnya tindak pidana, diantaranya modus pelaku kejahatan yang berbasis teknologi sehingga menyulitkan pembuktian, adanya fenomena post truth dan disinformasi, serta adanya wewenang yang tidak menjangkau perkembangan teknologi masyarakat. Namun seiring banyaknya perubahan yang terjadi, POLRI juga terus berkembang untuk menyesuaikan sesuai perkembangan zaman, seperti eksplorasi bukti menggunakan scientific method, mengutamakan kecepatan perolehan bukti, dan adaptif dalam penyelesaian perkara termasuk adaptasi budaya lokal.
Materi terakhir disampaikan oleh Boni Satrio Simarmata, S.H., M.Hum. selaku Advokat LBH Tentrem. Beliau menyampaikan bahwa RUU KUHAP yang akan disahkan pada masa yang akan datang merupakan langkah penting untuk memulihkan dan harus menempatkan HAM sebagai nilai dasar atau arah utama dalam sistem peradilan pidana. Karena pada dasarnya KUHAP merupakan standar moral dan etika penegak hukum yang digunakan sebagai kontrol kekuasaan, serta mencari dan menemukan kebenaran melalui proses dan prosedur hukum (due process of law).
Acara seminar nasional hukum berjalan dengan lancar dan diikuti oleh antusias peserta yang memberikan masukan dan pertanyaan terkait dinamika dalam pengembangan hukum pidana. Dengan demikian, hasil dari acara ini dapat menjadi rumusan usulan yang kelak disampaikan kepada DPR RI, terutama pada Komisi III sebagai bahan masukan dan intervensi terhadap RKUHP.