Isu Rohingya: Jerat Post-truth dan Dekonstruksi Opini
- Tim Multimedia Fakultas Hukum
- 01 Jan, 2024
- Pojok Mahasiswa
- 177
LPM das Sein FH UAJY
Silahkan baca selengkapnya di link yang sudah disediakan di bawah ini:
Suara tangisan wanita dan anak-anak memenuhi Rubanah Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA), Kota Banda Aceh pada Rabu (27/12). Pasca para muhajirin Rohingya melaksanakan sholat Zuhur, sekelompok mahasiswa dengan menggunakan jas almamater kampusnya masing-masing memaksa masuk ke dalam rubanah. Mereka berteriak, melempar, dan menendang barang-barang milik pengungsi. Bermain buta dan tuli dengan tangisan anak-anak serta wanita. Kemudian, mereka memaksa orang-orang malang itu berjalan menuju truk yang sudah mereka siapkan. Intensinya: mengusir.
UNHCR, Badan Pengungsi PBB menyatakan bahwa aksi mahasiswa yang merupakan aliansi mahasiswa dari perguruan tinggi di Aceh ini adalah hasil dari kampanye online yang berisi misinformasi, ujaran kebencian, dan disinformasi kepada para pengungsi Rohingya. Pernyataan UNHCR ini tercerminkan dalam konten-konten dengan narasi yang memojokan pengungsi Rohingya di berbagai platform media sosial. Misalkan seperti konten dengan narasi bahwa pengungsi Rohingya akan menjajah Indonesia, maupun membingkai kelakuan-kelakuan buruk pengungsi Rohingya yang kemudian digeneralisir secara bias.
Ada dua fenomena yang rasanya dicerminkan dari kejadian ini. Yang pertama adalah adanya fenomena post-truth dalam pemberitaan media. Kedua adalah kemerosotan moral yang disebabkan oleh dua hal: kurangnya empati dan kecacatan dalam berlogika.
Jeratan Post-truth
Pada November 2016, Oxford Dictionary menobatkan post-truth sebagai “word of the year” dengan dikaitkan dengan momentum pemilihan presiden di Amerika Serikat dan referendum di Inggris yang menyebabkan Brexit (Britian Exist, yang memiliki arti keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa). Dalam Oxford Dictionary, post-truth didefinisikan sebagai situasi dimana fakta objektif tidak berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan hal-hal yang mengubah emosi atau keyakinan personal. Post dalam post-truth tidak berarti melampaui. Post di sini merujuk pada “kebenaran sudah tidak penting”, yang terpenting adalah fakta yang ditekuk dan disesuaikan dengan tafsir, opini dan keyakinan masyarakat ...