“FIRTUAL: Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (Firtual) dengan tema Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Melalui Online Scamming”
- Tim Multimedia Fakultas Hukum
- 15 Nov, 2023
- Berita
- 366
Selasa, (14/11), Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta menjalin kerja sama dengan KOMINFO dalam penyeleggaraan acara “FIRTUAL: Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (Firtual) dengan tema Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Melalui Online Scamming”. Acara ini menghadirkan 3 (tiga) narasumber yeng berbeda, yaitu, Judha Nugraha, selaku Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia, Kementerian Luar Negeri. Kemudian ada Asep Suherman, selaku Kepala Subdirektorat V/Cyber Crime Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian Pak Wisnu, selaku Dosen dan Ketua Bagian Sistem Peradilan FH UAJY.
Forum yang terbuka untuk umum ini diselenggarakan di Kampus II Gedung Thomas Aquinas Jalan Babarsari 44 Yogyakarta dengan dihadiri oleh peserta dari berbagai fakultas UAJY maupun univeristas lain. Kegiatan akademik ini diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi bahaya penipuan secara daring serta menyampaikan cara-cara pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kegiatan ini ditujukan untuk Meningkatkan penyebaran informasi yang tepat kepada masyarakat terkait isu pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui online scamming dan Mendorong kesadaran masyarakat serta meningkatkan partisipasi publik untuk bersama-sama berperan aktif mewaspadai potensi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui online scamming.
Dalam sesi pertama yang diisi oleh Pak Judha, beliau menjelaskan bahwa online scam merupakan kejahatan di mana pelaku mengembangkan skema menggunakan satu atau lebih elemen Internet untuk merampas seseorang dari properti, kepentingan, atau hak apa pun dengan representasi palsu dari suatu masalah fakta, apakah dengan menyediakan informasi yang menyesatkan atau dengan penyembunyian informasi.
Pak Judha menyampaikan bila online scam menjadi sebuah modus operandi lowongan kerja di media sosial yang menawarkan gaji fantastis dan fasilitas secukupnya; seperti pengurusan tiket dan dokumen perjalanan sampai pengangkutan ke lokasi perusahaan. WNI yang menjadi korban terkait modus operandi lowongan kerja tersebut, nantinya akan diberikan pelatihan tentang penipuan online, membuat akun palsu, dan mulai beroperasi dengan jam kerja yang panjang. Pak Judha, menyampaikan bahwa korban diharuskan mencapai target yang tinggi berupa uang hasil penipuan yang ditransfer sekitar 40-60 juta Rupiah per bulan. Korban akan dikenai denda dan pemotongan gaji apabila tidak mencapai target dan wajib membayar uang tebusan apabila mengundurkan diri sebelum kontrak selesai.
Dalam pemaparan materinya, Pak Judha menjelaskan bahwa terdapat total kasus online scam di asia tenggara sejak tahun 2021 sampai 2023 tercatat ada 3.347 (Tiga ribu tiga ratus empat puluh tujuh). Dalam rentang waktu tersebut, Negara Kamboja menjadi negara terbanyak di asia tenggara yang memiliki kasus online. Di tahun 2021, tercatat 116 kasus dari Negara Kamboja, dan 77 kasus di Negara Myanmar. Negara Kamboja menjadi negara dengan kasus yang terbanyak di Asia Tenggara, dengan peningkatan jumlah kasus hingga 8 kali lipat lebih. Sementara, kasus TPPO Sektor Onlien Scam yang terdapat di Asia Tenggara pada bulan Januari sampai bulan Oktober 2023 mencapai 760 (tujuh ratus enam puluh) kasus. Kasus tertinggi berada di Negara Philipina.
Peran atau Usaha dari RI dalam menangani kasus TPPO:
Peran pertama Menlu dalam menanggapi pengaduan kasus TPPO adalah dengan memberikan “Respon Cepat”, di mana, penerima pengaduan menghubungi otoritas setempat untuk melakukan koordinasi dengan otoritas untuk upaya perlindungan. Kedua adalah “SHELTER”, menyediakan penginapan yang aman, pelayanan kesehatan, dan screening psikologis. Ketiga adalah “Identifikasi Korban TPPO”, pihak berwenang melakukan Identifikasi Korban TPPO dengan screening form berdasarkan UU TPPO. Keempat adalah “Pendampingan”, memberikan bantuan hukum pendampingan serta pemulihan fisik dan mental. Kemudian terakhir adalah “ASSISTANCE”, sebuah upaya pemulangan, melakukan koordinasi dengan K/L terkait untuk rehabilitasi dan reintegrasi, melakukan koordinasi dengan LPSK untuk restitusi dan kompensasi, dan penegakan hukum.
Selain itu, Pak Judha menyampaikan bahwa Kemenlu telah membuat Inovasi Aplikasi Kemenlu yang bernama aplikasi “Safe Travel” dengan fitur Source Reliable Infromation for safe and orderly migration (informasi tentang migrasi), connected to indonesians mission ( untuk menghubungkan dengan perwakilan pemerintah indonesia yang berada di Luar Negeri), emergency button(ketika saat mengalami kejadian darurat).
Lebih lanjut lagi, Pak Judha menjelaskan bahwa Indonesia menjalin kerja sama regional dan multilateral forum sebagaimana berikut:
- Indonesia terus mendukung Bali Process melalui Regional Support Office (RSO) untuk melakukan penelitian mendalam mengenai penipuan online.
- Pada bulan April 2023, RSO merilis Ringkasan Kebijakan terbaru, “Terjebak dalam Penipuan: Menanggapi Perdagangan Manusia yang Memicu Perluasan Pusat Penipuan Online di Asia Tenggara.”
- Indonesia terus mendesak dan mendorong dunia usaha untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional dalam memerangi pelanggaran TPPO.
- Indonesia Business Co-Chair of Government and Business Forum (GABF) telah mengadakan “GABF Tech Forum” di Bali, pada tanggal 9-11 Agustus 2023.
- Indonesia juga aktif berpartisipasi dalam berbagai forum & pertemuan multilateral untuk mengatasi TIP
- Di bawah kerangka PBB, Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (CCPCJ).
- Baru-baru ini, UNODC “Dialog Tingkat Tinggi untuk Mengatasi Kejahatan Transnasional dan Perdagangan Manusia Terkait dengan Kasino dan Operasi Penipuan di Asia Tenggara,” Bangkok, 28 Juni 2023.
Di sisi lain, upaya pencegahan yang dilakukan Kemenlu adalah bekerjasama dengan Organisasi Internasional untuk Migrasi atau yang disingkat sebagai IOM, dengan memproduksi film Through The Screen yang terinspirasi dari kisah nyata. Kemenlu juga bekerjasama dengan Kominfo dengan memproduksi film Iklan Layanan Masyarakat tentang bahaya lowongan kerja online, menyebarkan himbauan dan melakukan sosialisasi bekerjasama dengan Kemenkopolhukam di provinsi dasal terbanyak
Pada akhir sesi, Pak Judha mengajak peserta untuk ikut meningkatkan edukasi dan raising awareness guna mengorganisir secara teratur penjangkauan dan publik kampanye kesadaran Tentang migrasi aman. Kemudian mengajak peserta untuk membantu melakukan penegakan hukum guna memastikan bahwa pelakunya adalah sedang diperiksa oleh pihak berwenang. Memastikan bahwa regional warga yang akan bekerja di luar negeri telah memenuhi persyaratan dan sesuai dengan prosedur kolaborasi dan kerjasama
Dalam sesi kedua yang diisi oleh Pak Asep, selaku selaku Kepala Subdirektorat V/Cyber Crime Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. Pak Asep menyampaikan bahwa pada saat ini, target yang menjadi korban TPPO sudah mulai bergeser. Bila sebelumnya target korban TPPO adalah kelompok orang-orang yang dilatarbelakangi dengan kemiskinan dan kebodohan, yakni, orang-orang miskin, anak-anak, dan perempuan. Namun sekarang, dengan kemajuan teknologi. Kelompok masyarakat kelas atas termasuk sarjana atau magister, milenial, dan Gen Z juga menjadi sasaran, terutama mereka yang aktif dalam menggunakan media sosial menjadi sasaran empuk.
Pak Asep menjelaskan bahwa Kejahatan TPPO adalah kejahatan serius dan tidak hanya di Indonesia saja. Karena kejahatan tersebut sangat terorganisir sehingga sulit untuk diselesaikan. Maka penanganan dan pencegahan harus melibatkan semua masyarakat.
Beliau memaparkan terkait modus operandi yang dilakukan oleh pelaku TPPO, yang pertama, melalui Pola Perekrutan yang dilakukan melalui media sosial, kerabat/teman/kenalan calon korban. Kedua, dengan Pola pemberangkatan yang tidak melalui P3MI dimana korban diharuskan membayar sejumlah uang berkisar 25 - 40 juta atau bisa tanpa mengeluarkan uang tetapi dihitung sebagai hutang yang dibayar ketika menerima gaji.
Modus operandi selanjutnya korban dijanjikan dengan beberapa penempatan posisi pekerjaan sebagai sales recruitment/tele marketing/operator komputer. dari beberapa penanganan yang dilakukan kepolisian perlakuan yang didapatkan korban saat berada di Luar Negeri adalah bekerja tanpa adanya kontrak kerja, ditempatkan pada suatu bangunan atau gedung dengan pengawalan keamanan yang sangat ketat dan dilarang untuk keluar. yang pada kenyataanya pekerjaan yang dilakukan setelah korban sampai ke tempat tujuan adalah sebagai admin investasi palsu, scamming, judi online dan penipuan online. dengan waktu bekerja selama 12 hingga 16 jam sehari. dan lebih parahnya lagi korban dapat dipindahkan atau bisa dikatakan dijual ke perusahaan lain.
Dalam penutup sesi kedua, Pak Asep menyampaikan pesan kepada para mahasiswa untuk tidak tergiur dengan penawaran pekerjaan yang tidak masuk akal meskipun sedang dalam posisi tidak ada pekerjaan dan lebih kritis lagi dalam melihat dan memeriksa iklan lowongan pekerjaan.
Pada sesi terkahir yang diisi oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, yakni, Dr. Al. Wisnubroto. Dalam pemaparan materinya, Pak Wisnu, selaku dosen pidana FH UAJY, menyampaikan beberapa undang-undang yang mengatur tentang penegakkan hukum pada kasus TPPO, antara lain:
● UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
● UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
● UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No 19 Th 2016 (UU ITE)
● UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
Pada sesi terakhir, Pak wisnu memaparkan beberapa pandangan cara penanggulangan atau pencegahan TPPO, yang pertama adalah mengedukasi masyarakat untuk melakukan literasi digital guna meningkatkan kekritisan dalam mendapat informasi dengan cara check and recheck informasi yang didapatkan apakah dapat dipercaya. Kemudian melatih diri untuk bijak dalam berteknologi agar tidak mudah menyebarkan informasi yang belum tahu kebenarannya. Kemudian dengan techno prevention melalui patroli cyber, blocking situs-situs ilegal, dan memfilter informasi yang tersebar. Kemudian yang terakhir yaitu melakukan penegakan hukum dengan cara membuat perjanjian dengan negara lain terkait penanganan kejahatan internasional atau yang biasa disebut Mutual Legal Assistance.