FH UAJY Gelar Diskusi Akademik Berbahasa Inggris Bertajuk "Tantangan ASEAN dalam Memerangi Pencemaran Plastik Laut’"
-
Tim Multimedia Fakultas Hukum
- 13 Mar, 2025
- Akademik
- 2
Rabu (12/03) kemarin, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan diskusi akademik dengan topik "Pencemaran Sampah Plastik/Tantangan ASEAN dalam Memerangi Pencemaran Plastik di Laut" yang disampaikan oleh Ibu Nandra Indrawati, S.H., M.H. sebagai pembicara, dan Bapak FX. Endro Susilo, S.H., LL.M. sebagai Moderator. Kegiatan berlangsung dari pukul 13.00 – 14.00 WIB di Ruang Akreditasi Kampus I, dan dihadiri oleh Prof. Theresia Anita Christiani, S.H., M.Hum. selaku Dekan FH UAJY, Dr. G. Widiartana, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan 2 FH UAJY, Dr. E. Sundari, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Fakultas Hukum UAJY, dan dihadiri oleh sejumlah dosen FH UAJY.
Sampah plastik menyumbang 80% dari seluruh pencemaran laut dan sekitar 8 hingga 10 juta metrik ton plastik berakhir di lautan setiap tahunnya. Dalam sepuluh tahun terakhir, kita telah memproduksi lebih banyak produk plastik dibandingkan abad sebelumnya. Saat ini, terdapat sekitar 50-75 triliun keping plastik dan mikroplastik di lautan. Plastik umumnya membutuhkan waktu antara 500-1000 tahun untuk terurai. Bahkan setelah itu, plastik akan berubah menjadi mikroplastik, tanpa terurai sepenuhnya.
Dalam penelitiannya, Ibu Nanda menjelaskan bahwa dari sepuluh negara dengan tingkat pencemaran tertinggi, enam di antaranya berada di Asia Tenggara. Filipina sendiri telah membocorkan 356.371 metrik ton sampah plastik ke lautan dalam setahun, sekitar 35% dari angka global. Rekor ini diikuti oleh Malaysia (73.098), Indonesia (56.333), Myanmar (40.000), Vietnam (28.221), dan Thailand (22.806).
Berdasarkan permasalahan tersebut, ASEAN telah membuat beberapa kebijakan terkait pelestarian lingkungan laut, seperti ASEAN Framework of Action, Bangkok Declaration, dan ASEAN Regional Action Plan 2021-2025. Akan tetapi, instrumen-instrumen tersebut lebih terkesan sebagai komitmen politik daripada sebagai instrumen hukum. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak mengikat bagi negara-negara anggota ASEAN, sehingga tidak ada sanksi dan lembaga khusus yang menjamin terlaksananya kebijakan-kebijakan tersebut.
Oleh karena itu, dengan berbagai permasalahan yang terjadi, ASEAN harus mengembangkan kebijakan-kebijakan yang lebih kuat dengan mengadopsi hard law dalam bentuk perjanjian-perjanjian yang mengikat, memiliki standar dan kebijakan yang seragam untuk melestarikan pencemaran laut, serta menyelaraskan regulasi agar lebih efektif dalam melestarikan pencemaran laut. Yang terutama, negara-negara anggota ASEAN harus mematuhi dan meratifikasi kebijakan-kebijakan tersebut untuk memastikan keberlanjutan perjanjian tersebut.